Senin, 22 November 2010

Satu Dalam Takbir: Keemeriahan Festival Idul Adha 1431 H.

Krapyak, (16/11/10). Matahari baru saja terbenam. Senja kemerahan berubah menjadi hitam gelap tanda malam tlah menggantikan siang. Terdengar lagu salah satu penyanyi pop Indonesia mengiringi gemuruhnya suara takbir. Gema takbir pun berkumandang tiada henti terdengar disetiap sudut komplek PP. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta. Ribuan manusia, mulai dari anak-anak, remaja, pemuda dan orang tua memadati bangunan yang terletak di Jl. KH. Ali Maksum.
Festival yang diselenggarakan oleh GEMUNU (Gerakan Muda NU) kerjasama dengan PP. Al-Munawwir ini bertujuan untuk menjalin silaturahmi antar sesama, dan bukan semata-mata untuk kesenangan. Demikian disampaikan ketua panitia Festival Gema Takbir Idul Adha (FGTIA) 1431 H.
Pengurus PWNU DIY yang juga pengasuh PP. Al-Munawwir, KH. Muhtarom Ahmad, dalam sambutannya mengatakan, festival ini merupakan syi’ar Islam dan untuk menghidupkan malam Idul Adha yang penuh berkah.
Menurut panitia, setiap peserta diberi kesempatan lima menit untuk menunjukkan (Display) kretifitasnya. Peserta pertama yang tampil adalah dari masjid al-Mu’min Glugo Janganan. Tim yang terdiri dari anak-anak dan remaja masjid al-Mu’min ini menunjukkan kreafitisnya dengan tema “Sang Pencerah”.
Menurut koordinator tim, tema sang pencerah diambil karena keharmonisan dakwah Islam di Jawa yang dilakukan oleh para Wali Sanga. Dimana antara Islam dan Jawa terjalin hubungan yang sangat harmonis. Dan untuk menunjukkan hal itu, tim yang juga terdiri dari puluhan penabuh drum band ini mengarak replika masjid sebagai simbol Islam yang dibawa oleh orang yang berpakaian adat Jawa.
Tim kedua yang tampil adalah dari RISMADA (Remaja Masjid KODAMA) Yogyakarta. Tim yang digawangi anak-anak muda kidul Gedong ini menampilkan atraksi dengan tema “Masuknya Islam di Indonesia”. Dimana Islam masuk ke Nusantara melalui para pedagang, saudagar dan ulama-ulama.
Festival juga menyuguhkan atraksi menarik lainnya. Atraksi yang ditunjukkan oleh remaja mushola al-Huda ini mengambil tema “Solidaritas dari Jogja untuk Palestina”. Tak lupa koordinator tim juga mendo’akan para pejuang-pejuang Palestina. Ada juga yang menampilkan kejayaan kekaisaran Cheng Ho, budaya Jogja, dan nasionalisme Indonesia.
Sementara itu, peserta dari masjid Al-Mutthohirin kampung Nitikan mengambil tema “Merah Putih Darah Juangku”. Koordinator tim mengaku sudah mengikuti takbir pada hari sebelumnya. Meski demikian, tim dari kampung yang kebanyakan warga Muhammadiyah tersebut tidak merasa berbeda. Kita semua sama dan bersaudara, kita kesini adalah untuk silaturahmi, dan memeriahkan malam Idul Adha, katanya.
Masyarakat umum, dan santri khsusunya sangat menikmati festival ini. Lumayan mas, bisa mengobati rindu sama keluarga yang jauh di rumah, kata seorang santriwati yang tak mau disebut namanya. Panji, santri asal Lampung yang pada lebaran Idul Fitri kemarin juga tidak pulang mengatakan cukup terhibur dengan adanya festifal ini. Tapi menurutnya festival kali ini tidak terlalu meriah, ungkapnya.

Sholat Id di Masjid Krapyak
Rabu, 17/11/10 pagi yang mendung. Ribuan jamaah memadati masjid PP. Al-Munawwir untuk menunaikan sholat Id Adha, mereka terus bertakbir, mengagungkan nama Allah. Pengasuh PP. Al-Munawwir, KH. Zainal Abidin Munawwir dalam khotbahnya mengatakan, jika manusia lalai dengan aturan Allah dan berbuat dosa, maka Allah pun akan menurunkan adzab kepada mereka. Beliau juga menyarankan agar sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian.
Sementara itu, Kyai yang biasa dipanggil Mbah Zainal oleh santri-santrinya itu menyayangkan fatwa yang dikeluarkan berkenaan ibadah korban. Menurutnya, fatwa untuk tidak berkurban, dan uangnya agar disumbangkan pada korban bencana itu dianggap tidak sesuai dengan salaf as-soleh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar